BATAMSTRAITS.COM – Calon presiden koalisi Indonesia maju, Prabowo Subianto tak mengelak jika dirinya kerap menjadi sasaran hinaan dari banyak elite politik, apalagi saat Pilpres 2024 ini.
Namun, Eks Danjen Kopassus itu mengaku tidak memiliki urusan dengan mereka.
Hal yang terpenting, Prabowo mengklaim dirinya dicintai oleh masyarakat Indonesia.
Khususnya, masyarakat yang hidup di desa.
Seperti diketahui, Prabowo Subianto di Pilpres 2024 berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka.
Mereka telah mendaftar ke KPU RI, sama seperti dua bakal calon pasangan lainnya, Anies Baswedan dan Cak Imin serta Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
“Biar banyak orang elit menjelek-jelekkan Prabowo yang penting rakyat desa cinta sama Prabowo Subianto,” kata Prabowo saat memberikan sambutan dalam induk KUD akan deklarasi dukung Prabowo-Gibran di Millenium Hotel Sirih, Jakarta pada Sabtu (4/11/2023).
Prabowo mengaku tidak masalah terus dihina oleh sejumlah elite politik.
Menurutnya, lebih baik dirinya setia dengan rakyat yang ada di pedesaan.
“Lebih baik saya dicintai oleh rakyat dan saya dihina oleh mereka mereka itu, saya nggak ada urusan. Lebih baik saya setia kepada rakyat saya di desa-desa,” tegasnya seperti melansir Tribunnews.com.
Oleh sebab itu, Prabowo mengaku dirinya siap untuk menjadi alat untuk seluruh rakyat Indonesia.
Jika terpilih menjadi Presiden RI, Prabowo meminta masyarakat memakai dirinya sebagai instrumen untuk membangun bangsa Indonesia.
“Saya mau menjadi alat untuk rakyat Indonesia. Saya mau jadi instrumen gunakanlah bersama semua tim saya untuk kita sama-sama bangun Indonesia yang makmur. Kita bangsa yang kaya kekayaan harus digunakan sebanyak-banyaknya untuk seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
SERANGAN PDIP Buat Prabowo dan Gibran
Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat sebelumnya menuding pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai cerminan neo-Orde Baru masa sekarang.
Djarot meminta seluruh partai politik pendukung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD untuk bersatu menghadapi mereka berdua.
“Terus bergerak, Ganjar-Mahfud MD pastikan akan terus perkuat demokrasi. Bersama kita hadapi Prabowo-Gibran sebagai cerminan Neo-Orde Baru masa kini,” ujar Djarot lewat keterangannya, Sabtu, (4/11/2023).
Dia berkata bahwa kemenangan dimulai dari rakyat yang memfokuskan pergerakan di akar rumput atau lingkup paling bawah.
Djarot turut menyinggung kasus penurunan baliho Ganjar-Mahfud di Bali saat kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.
“Rakyat bereaksi keras atas mobilisasi aparat dengan melakukan penurunan bendera, baliho, dan berbagai atribut dukungan terhadap Ganjar-Mahfud MD,” ujarnya.
Di samping itu, dia menyindir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia capres dan cawapres yang membuka jalan bagi Gibran untuk menjadi cawapres.
Djarot menyebut spiritualitas bangsa Indonesia mengajarkan bahwa tak ada tempat untuk pihak yang memiliki ambisi kekuasaan dan cinta terhadap keponakan hingga MK pun dikebiri.
“Kini kekuatan moral lahir kembali. Inilah fondasi terpenting Ganjar-Mahfud MD, kokoh pada moral kebenaran dan berdedikasi total pada rakyat, bangsa, dan negara, bukan pada keluarga,” kata Djarot melansir Tribunnews.com.
Saat ini, Majelis Kehormatan MK tengah mengusut kasus dugaan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi.
Djarot mengatakan PDIP percaya kepada integritas majelis itu.
Kata dia, lembaga itu mengedepankan sikap kenegarawanan.
TUDINGAN Pemerintah Tekan Parpol
Sebelumnya, Djarot menuding pemerintah melakukan intervensi atau menekan partai politik agar bisa membuka peluang Gibran menjadi cawapres.
Tudingan itu disampaikan Djarot dalam acara Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (1/11/2023).
“Katanya, pemerintah tidak intervensi, Memang intervensi?” tanya jurnalis Budiman Tanuredjo yang menjadi pembawa acara.
“Bukti-bukti menunjukkan seperti itu,” jawab Djarot.
Politikus PDIP itu menduga pemerintah menggunakan instrumen negara untuk menekan ketua umum parpol.
Akan tetapi, dia tak menyebutkan siapa ketua umum yang dimaksudnya.
Dia juga menyinggung sosok “Pak Lurah” yang dianggapnya melakukan intervensi.
“Dari apa yang saya baca misalnya, seorang Mensesneg menjadi kepanjangan tangan dari Pak Lurah untuk bisa melobi menekan ketum ketum partai. Ini terjadi,” katanya.
sumber: tribunnews.com