BATAMSTRAITS.COM, BATAM – Apindo Kota Batam tidak pernah dilibatkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam dalam pembahasan penempatan tenaga kerja. Mengingat Tim Pansus Ranperda Penempatan Kerja DPRD Kota Batam sudah memasuki tahapan finalisasi.
“Apindo tidak pernah diundang dalam meminta masukkan ranperda tersebut. Kita hanya dapat laporan dari anggota-anggota yang diundang,” ujar Ketua Apindo Kota Batam, Rafki Rasyid, Jumat (3/11/2023).
Berdasarkan laporan itu, Ranperda tersebut lebih kepada tenaga kerja lokal di akomodir perusahaan. Orang tempatan lebih diutamakan dalam perekrutan perusahaan.
Rafki menilai seharusnya DPRD kota Batam harus mendefenisikan secara jelas, orang lokal dan tempatan itu seperti apa dan siapa. Apakah orang yang lahir di Batam, apakah punya KTP Batam atau sudah di Batam berapa tahun.
“Ini harus jelas. Sekarang orang berfikirnya tak lagi lokal, melainkan global,” katanya.
Ia melanjutkan semestinya saat ini, orang lokal tak hanya bersaing hanya di Kota Batam saja. Tetapi mampu menembus ke level ASEAN.
“Kita sudah ada masyarakat ekonomi ASEAN. Bagaimana caranya tenaga kerja Kepri bisa menembus perusahaan luar negeri. Tak lagi berharap perusahaan yang ada di Batam,” katanya.
Ia menilai kalau sebuah Perda atau Ranperda tujuannya hanya untuk masyarakat lokal di akomodir perusahaan, tak harus bentuk Perda. Hanya bersifat imbauan saja ataupun Pemerintah terkait meminta tenaga kerja lokal diutamakan.
Selain itu, tak perlu juga mengeluarkan biaya anggaran yang banyak. Mungkin ada tujuan yang lain tetapi Apindo tak pernah dilibatkan.
“Kalau memberatkan pengusaha kita akan protes karena kita tak pernah dimintai masukkan. Kalau ada perusahaan yang dirugikan kita akan ambil tindakan dan langka hukum kalau pengusaha dirugikan,” kata Rafki.
Ia berharap DPRD Kota Batam mampu menghasilkan produk hukum yang benar-benar bermanfaat dan berdampak pada perekonomian dan bisa pengurangan pengangguran di Kota Batam.
“Jangan sampai hanya mau kejar tayang saja. Jangan sampai Ranperda yang akan dihasilkan hanya akan jadi pajangan diperpustakaan saja,” katanya.
Ia melanjutkan harus dikaji dampak dan manfaatnya untuk masyarakat Batam. Karena untuk menghasilkan satu Perda itu dibutuhkan pengeluaran yang tidak sedikit.
Sehingga Perda yang dihasilkan harusnya Perda yang berkualitas dan memberikan impact yang luas untuk masyarakat.
“Jangan pula sebuah Perda isinya hanya untuk mengatur bagaimana pekerja lokal bisa diprioritaskan oleh perusahaan di Batam,” katanya.
Ia menilai sebuah Perda juga jangan sampai terlalu masuk ke urusan bagaimana perusahaan mencari talent atau calon karyawannya. Bisa bisa nanti jadi bumerang bagi keberlangsungan investasi di Batam.
“Karena perusahaan asing biasanya tidak suka terlalu diatur urusan dapurnya,” katanya. (pys)