BATAMSTRAITS.COM, Jakarta – Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Univeritas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menilai Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Firli Bahuri tengah bersiasat meloloskan diri dari sanksi etik oleh Dewan Pengawas (Dewas KPK).
Hal itu menyikapi sikap Firli yang mengundurkan diri dari jabatan Ketua KPK Periode 2019-2023 pada Kamis, 21 Desember lalu. Firli menyatakan mengundurkan diri dan tak memperpanjang masa jabatannya hingga 20 Desember 2024 di tengah berlangsungnya proses sidang etik di Dewas KPK dan proses hukum sebagai tersangka di Polda Metro Jaya.
“Intinya, Firli memang sedang bersiasat untuk lolos dari sanksi etik, sebab dia tahu posisinya sedang terpojok,” kata Herdiansyah saat dihubungi Tempo, Sabtu, 23 Desember 2023.
Merujuk pernyataan pihak istana, kata Herdiansyah, surat Firli Bahuri tak bisa diproses Presiden Joko Widodo atau Jokowi karena taka da pernyataan mengundurkan diri, melainkan menyebutkan berhenti dengan alasan masa jabatannya selesai selama empat tahun.
“Saya sendiri berharap proses etik diselesaikan dulu oleh Dewas KPK. Firli harus dijatuhkan sanksi etik berat sebelum out dari KPK, sembari kasus pidananya tetap jalan,” ujarnya.
Ia tak ingin Firli Bahuri lolos dari sanksi etik, sebagaimana mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli yang mengundurkan diri ketika siding etik di Dewas KPK sedang berlangsung.
Iklan
“Kalau begitu proses etiknya juga selesai karena Dewas KPK kehilangan objek pengawasan etik jika komisioner KPK lebih dulu mundur,” kata dia.
Sebelumnya, pihak istana negara menilai pernyataan berhenti tak tertuang sebagai syarat pemberhentian Pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU KPK. Dengan demikian Keppres pemberhentian sementara masih tetap berlaku sampai ada proses hukum berikutnya.
Dalam Pasal 32 UU KPK, syarat pemberhentian yang diatur adalah meninggal dunia, berakhir masa jabatan, melakukan perbuatan tercela, menjadi terdakwa, berhalangan tetap, mengundurkan diri, dikenai sanksi berdasarkan undang-undang.
Surat pengunduran diri dari Firli diterima Kementerian Sekretaris Negara sejak 18 Desember lalu.
sumber: TEMPO.CO