BATAMSTRAITS.COM, BATAM – DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tengah memperkuat fondasi ketahanan pangan daerah melalui penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang lalu lintas hewan.
Regulasi baru ini dinilai mendesak untuk mengatasi berbagai kendala distribusi sapi dan ternak lain yang selama bertahun-tahun membebani para pelaku usaha maupun masyarakat.
Anggota DPRD Kepri, Muhammad Musofa, mengatakan bahwa rancangan perda tersebut ditargetkan rampung pada September 2026.
Ia mengambil inisiatif langsung untuk mendorong percepatan penyusunannya melalui dukungan anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) miliknya.
“Saya inisiatif tahun 2026 ini bikin perda lalu lintas hewan. Saya biayai dengan pokir saya supaya efektivitas lebih maksimal, sehingga hewan-hewan dari luar Kepri tidak terlalu kaku masuk,” ujar Musofa, Selasa (25/11/2025).
Menurutnya, sejumlah aturan teknis yang berlaku saat ini justru tidak lagi relevan. Salah satunya adalah kewajiban pemeriksaan laboratorium untuk penyakit jembrana dengan biaya mencapai Rp600 ribu per ekor sapi.
Musofa menuturkan penyakit tersebut telah lama tidak ditemukan di Bali salah satu daerah pemasok ternak ke Kepri sehingga persyaratan itu perlu ditinjau ulang.
“Di Bali sendiri itu sudah nggak ada penyakit jembrana. Di provinsi ini masih disarankan agar diperiksa, makanya kita inginkan syarat itu dihilangkan,” katanya.
Musofa menilai, selama ini tingginya harga sapi di Kepri turut dipicu oleh proses pemasokan yang rumit.
Kepri pada dasarnya bukan wilayah penggemukan, apalagi peternakan, karena kondisi cuaca, lingkungan, dan pakan tidak mendukung. Akibatnya, harga daging segar masih berada di kisaran Rp160 ribu per kilogram.
“Kalau daging segar Rp160 ribu, daging es sekitar Rp100 ribu. Selisihnya bisa 60–70 ribu,” ujarnya.
Meski demikian, ia memastikan bahwa kebutuhan pangan strategis seperti daging, beras, minyak, dan gula tetap aman dalam menghadapi hari besar keagamaan seperti Idulfitri maupun Iduladha.
Laporan Badan Anggaran (Banggar) Komisi II DPRD Kepri menunjukkan pasokan berada dalam kondisi terkendali.
“Sudah efektif, tidak ada kekhawatiran untuk kekurangan beras. Gula, beras, dan minyak sudah nggak ada masalah di Kepri,” jelasnya.
Musofa menilai Batam sebagai wilayah paling stabil karena berstatus Free Trade Zone (FTZ) yang memudahkan masuknya barang dari luar negeri maupun luar daerah. Namun wilayah non-FTZ sepertiTanjungpinang, Anambas, dan Natuna tetap membutuhkan perhatian lebih.
“Kalau di Batam ini Insya Allah nggak ada masalah karena FTZ. Yang perlu disuplai lebih teratur daerah yang belum FTZ,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa dua wilayah terluar, Natuna dan Anambas, harus mendapat suplai cukup sebelum musim angin utara tiba. Jika tidak, distribusi logistik berisiko terhenti hingga menimbulkan kelangkaan bahan pokok.
“Kalau musim angin utara, kapal tidak bisa ke sana dan akhirnya terjadi kelangkaan sembako. Maka sebelum musim itu harus disiapkan,” katanya.
Musofa berharap keberadaan perda lalu lintas hewan nantinya bukan hanya melindungi keamanan pangan, tetapi juga menekan biaya distribusi, mempermudah keluar-masuk ternak, serta menjaga stabilitas harga daging di seluruh wilayah Kepri. (uly)






