BATAMSTRAITS.COM, BATAM – Di sebuah rumah sederhana di Kavling Bengkong Jaya Blok G Nomor 1, aroma sambal yang menggugah selera tercium hingga ke jalanan. Di dapur itu, Ropiandi sibuk mengaduk sambal dalam wajan besar.
Dari tangannya, lahirlah Sambal Sijago produk sambal khas Kepulauan Riau yang kini menembus pasar ekspor hingga ke Malaysia dan Singapura. Namun, perjalanan menuju kesuksesan itu tak mudah.
Layaknya banyak pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM), Ropiandi memulai usahanya dari nol. Sering menghadapi beragam kendala mulai dari sambal yang cepat basi, rasa yang tidak konsisten, hingga keterbatasan modal dan pemasaran.
“Dulu banyak gagal. Tapi setiap kegagalan jadi pelajaran. Kita evaluasi lagi, sampai akhirnya dapat rasa yang pas,” kenangnya, Minggu (9/11/2025).
Berbekal ketekunan dan inovasi, Ropiandi akhirnya menciptakan lima varian unggulan Sambal Sijago, yaitu sambal ikan asin, sambal cumi asin, sambal Batam gonggong, sambal ikan asap, dan sambal bawang.
Produk ini dikemas secara modern sehingga mampu bertahan hingga satu tahun tanpa pengawet.
Kesuksesan Sambal Sijago tidak lepas dari pendampingan dan pembinaan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kepulauan Riau, yang secara konsisten mendorong UMKM untuk naik kelas dan berdaya saing global.
Lewat berbagai program seperti Wirausaha Unggulan Bank Indonesia (WUBI) dan Industri Kreatif Syariah (IKRA), Ropiandi mendapatkan pembinaan menyeluruh mulai dari peningkatan kualitas produk, standar kemasan, sertifikasi halal, hingga strategi pemasaran digital.
BI Kepri juga melakukan kurasi dan klasifikasi UMKM agar pelaku usaha mendapatkan pendampingan sesuai tahap perkembangan mereka, dari pelaku perintis hingga yang siap ekspor.
“Bank Indonesia tidak hanya memberikan pelatihan, tetapi juga membuka akses pasar melalui program business matching dan pertemuan dengan buyer internasional,” ujar Ropiandi.
Hasilnya nyata. Sejak berhasil menembus ekspor pada Januari 2025, penjualan Sambal Sijago terus meningkat, bahkan kini rutin melakukan pengiriman bulanan ke Malaysia dan Singapura.
Produk ini sudah tersedia di berbagai jaringan ritel besar seperti Diamond Supermarket, Lotte, Hypermart, Gelael, hingga Santai Mart di Singapura dan Najah Food di Malaysia.
Program pendampingan BI juga membantu Ropiandi memahami pentingnya digitalisasi dan pemasaran online. Ia mengikuti pelatihan onboarding marketplace, live streaming, hingga SEO produk, yang membuat penjualan daringnya meningkat signifikan.
Tidak hanya itu, BI Kepri juga memfasilitasi pembentukan Halal Center, yang mempercepat proses sertifikasi halal bagi UMKM lokal, memastikan produk mereka bisa bersaing di pasar domestik maupun internasional.
Sebelum fokus di sambal, Ropiandi sempat merintis usaha rendang kemasan khas Minang yang juga masih diproduksi hingga kini. Kini, lewat Sambal Sijago, ia membuktikan bahwa produk lokal pun bisa mendunia.
“Semua bisa asal ada kemauan dan bimbingan yang tepat. Dulu saya hanya ingin sambal ini dikenal di Batam. Sekarang, sudah sampai Singapura dan Malaysia,” ujarnya sambil tersenyum bangga.
Sementara itu, Kepala BI Kepri, Rony Widijarto menyebut, pembinaan terhadap UMKM seperti Sambal Sijago menjadi bagian dari strategi BI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah berbasis ekonomi kerakyatan.
“UMKM adalah tulang punggung ekonomi. Dengan meningkatkan kualitas, daya saing, dan akses pasar mereka, kita tidak hanya membantu pelaku usaha, tetapi juga memperkuat struktur ekonomi Kepri,” jelasnya.
Kini, keberhasilan Sambal Sijago menjadi contoh nyata bagaimana pendampingan terarah, inovasi produk, dan kolaborasi antara UMKM dan Bank Indonesia dapat menciptakan dampak ekonomi yang luas membuka lapangan kerja, menggerakkan rantai pasok lokal, dan membawa nama Kepri ke kancah internasional.
Sambal Sijago bukan sekadar produk kuliner, tetapi simbol bagaimana sinergi Bank Indonesia dan UMKM lokal mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Kepulauan Riau.
Seperti diketahui, pada triwulan II 2025, ekonomi Kepri tumbuh 7,14%, tertinggi se-Sumatera. Rony menegaskan bahwa angka ini adalah peluang emas yang harus dimaksimalkan untuk memperluas ekspor dan meningkatkan peluang usaha.
“Pertumbuhan ini bukan hanya angka, tapi sinyal kuat bagi pelaku UMKM agar segera mengakselerasi ekspor dan memperluas jaringan pasar mereka hingga ke tingkat global,” ujar Rony.
Bank Indonesia mencatat, UMKM di Kepri adalah tulang punggung ekonomi daerah yang menyerap tenaga kerja besar. Namun, nilai tambah dari UMKM masih perlu ditingkatkan agar seimbang dengan sektor industri besar. Oleh karena itu, pembinaan diharapkan melahirkan pelaku usaha yang mandiri, inovatif, dan berdaya saing global.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kepri, Riki Rionaldi, menegaskan Pemerintah Provinsi bersama Bank Indonesia dan seluruh kepala daerah terus berkolaborasi memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat ekosistem UMKM dan koperasi desa.
Pemprov Kepri tahun ini mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) nonfisik Rp13,3 miliar dari APBN yang difokuskan untuk pelatihan, pendampingan, serta peningkatan kapasitas 3.600 pelaku usaha.
Lebih jauh, Pemprov Kepri juga meluncurkan Koperasi Merah Putih di desa dan kelurahan sebagai motor penggerak ekonomi baru.
Dari 419 desa/kelurahan, sudah ada 47 koperasi berbadan hukum yang menjadi percontohan nasional, seperti di Desa Kuala Simpang, Bintan, dengan unit usaha mulai dari gerai sembako hingga klinik kesehatan.
Pengembangan UMKM juga diarahkan pada hilirisasi hasil laut bernilai tinggi, seperti pengolahan teripang dan gonggong untuk industri kosmetik dan kesehatan, dengan dukungan riset dari SMK perikanan setempat. Hal ini memastikan usaha berbasis sumber daya lokal berkembang secara berkelanjutan dan kompetitif.
Dengan berbagai upaya dan dukungan tersebut, Rony dan Riki sepakat bahwa momentum pertumbuhan ekonomi Kepri harus dimanfaatkan secara optimal oleh pelaku usaha dan UMKM agar mampu bersaing tidak hanya di tingkat nasional, tapi juga di pasar global.
“Ini saat yang tepat bagi UMKM Kepri untuk bangkit, berinovasi, dan menjadi kekuatan ekonomi baru yang mampu membawa kemakmuran berkelanjutan,” katanya. (uly)






